MAKALAH INFLASI
Nama : Kartika Dewi
NPM : 24213776
Kelas : 4EB29
Mata Kuliah : Akuntansi Internasional
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini
dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas
ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta
pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan inflasi dan
tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi perhatian
sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter . Lebih dari
itu, ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang senantiasa
akan terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter dalam menjaga
tingkat inflasi. Setiap tahunnya otoritas moneter senantiasa menargetkan bahwa
angka atau tingkat inflasi harus diturunkan menjadi satu digit atau inflasi
moderat.
Permasalahan tersebut menimbulkan reaksi para ahli ekonomi Islam modern,
seperti Ahmad Hasan, Hifzu Rab, dan ‘Umar Vadillo, yang
menyerukan penerapan kembali mata uang dînâr dan dirham sebagai
jalan keluar penyelesaian kasus-kasus transaksi inflasioner di dunia ekonomi
modern. Mereka beralasan bahwa mata uang logam mulia dînâr dan dirham dapat
menjamin keamanan transaksi karena keduanya memberikan keseimbangan nilai
terhadap setiap komoditas yang ditransaksikan. Gagasan ini memberikan akses
terwujudnya ekonomi makro yang kuat dengan dukungan penuh mata uang yang
berbasis kekuatan riil materialnya. Terjadinya inflasi dapat mendistorsi
harga-harga relatif, tingkat pajak, suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan
terganggu, mendorong investasi yang keliru, dan menurunkan moral. Maka dari
itu, mengatasi inflasi merupakan sasaran utama kebijakan moneter.
Pengaruh inflasi cukup besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah
satu masalah ekonomi yang banyak mendapat perhatian para ekonom, pemerintah,
maupun masyarakat umum. Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan dikembangkan
supaya inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan.
1.2 Rumusan
Masalah
· Apakah yang dimaksud inflasi?
· Penggolongan Inflasi
· Faktor-faktor penyebab timbulnya inflasi di Indonesia ?
· Apahkah dampak yang ditimbulkan dari inflasi?
· langkah-langkah apa saja yang harus di ambil untuk mencegah terjadinya
inflasi?
· Bagaimana cara mengatasi inflasi?
· Peran Bank Sentral terhadap inflasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Inflasi
Pengertian inflasi
menurut para ahli adalah sebagai berikut :
· Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum
dan secara terus-menerus. (Boediono, 1985: 161)
· Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara
terus-menerus selama periode tertentu. (Nopirin, 1990: 25)
· Suatu keadaan dimana terjadi senantiasa turunnya nilai
uang. (Mannullang, 1993: 83)
· Inflasi terjadi apabila tingkat harga-harga dan
biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar, harga mobil naik, tingkat
upah, harga tanah, dan semua barang-barang modal naik. (Samuelson dan Nordhaus, 1993: 293)
Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga
barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Inflasi adalah proses kenaikan
harga-harga secara terus-menerus yang bersumber dari terganggunya keseimbangan
antara arus uang dan barang. Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan
bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga
barang yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak
hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan
dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa
makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi
pemecahan penyimpangan - penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi
tersebut. Perlu diingat bahwa kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak disebut inflasi.
2.2
Penggolongan Inflasi
·
Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
·
Inflasi Sedang
·
nflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
·
Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
Laju inflasi dapat berbeda antar asatu Negara dengan Negara lainnya atau dalam
satu Negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya laju inflasi maka
Inflasi dapat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu :
·
Inflasi merayap (creeping Inflation)
Di tandai dengan laju inflasi yang rendah
(kurang dari 10% pertahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan
persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama.
·
Inflasi Menengah (galloping Inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang cukup
besar dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi (harga
dalam waktu mingguan atau bulanan) efeknya terhadap perekonomian lebih besar
daripada inflasi yang merayap (creeping inflation)
·
Inflasi tinggi (Hyper inflation)
Merupakan inflasi yang paling parah
akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali lipat. Masyarakat tidak lagi
berkeinginan untuk menyimpan uang sebab nilai uang merosot dengan tajam
sehingga perputaran uang semakin cepat dan harga naik secara akselerasi.
Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran
belanja yang dibelanjakan dan ditutupi dengan mencetak uang.
2.2.2 Berdasar Sebab musabab awal dari
Inflasi
·
Demand Inflation, karena permintaan
masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat
Inflasi permintaan (Demand Inflasi) yang
timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu kuat
akibat tingkat harga umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran
perusahaan).
·
Cost Inflation, karena kenaikan biaya
produksi
Inflasi permintaan (Demand Inflasi) yang
timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu kuat
akibat tingkat harga umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran
perusahaan).
·
Inflasi biaya (cost-Push inflation)
Inflasi jenis ini timbul karena kenaikan
ongkos produksi. Inflasi ini dikenal dengan istilah cost-push inflation atau
supply inflation. Untuk lebih jelasnya simak baik-baik kurva di atas. Apabila
ongkos produksi ini misalnya disebabkan kenaikan harga alat-alat produksi yang
didatangkan dari luar negeri atau kenaikan bahan mentah maupun bahan baku.
·
Inflasi campuran
Kedua mmacam inflasi yang telah dijelaskan
di atas jarang sekali di jumpai dalam praktik sehari-hari. Pada umumnya,
inflasi yang terjadi di berbagai negara merupakan campuran dari kedua macam
inflasi tersebut. Inflasi campuran merupakan campuran antara inflasi permintaan
(demand-pull inflation) dan inflasi biaya (cost-push inflation).
2.2.3 Berdasar asal dari inflasi
·
Domestic Inflation, Inflasi yang berasal
dari dalam negeri
Domestic Inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri
(domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya perilaku masyarakat maupun
perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Kenaikan
harga-harga tejadi secara absolut yang berdampak terjadinya inflasi atau
semakin meningkatnya angka (laju) inflasi.
·
Imported Inflation, Inflasi yang berasal
dari luar negeri
·
Imported Inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh
kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena
dipengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri terutama barang-barang impor
atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat diproduksi di dalam
negeri. Kenaikan Indeks Harga Luar Negeri (IHLN) akan mengakibatkan kenaikan
pada Indeks Harga Umum (IHU) dan Indeks Harga Dalam Negeri (IHDN) yang secara
otomatis ikut mempengaruhi laju pertumbuhan inflasi di dalam negeri.
2.3 Faktor-faktor
Penyebab Timbulnya Inflasi
1. Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang
kaum moneteris jumlah uang beredar adalah faktor utama yang di tuding sebagai
penyebab timbulnya inflasi di setiap Negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia.
Di Indonesia jumlah uang beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep
narrow money (MI). Hal ini terjadi karena masih adanya tanggapan, bahwa uang
dikuasai hanya merupakan bagian dari likuiditasi perbankan. Sejak tahun 1976
presentase uang kuartal yang beredar (48,7%) lebih kecil daripada presentase
jumlah uang giral yang beredar (51,3%).sehingga mengindikasikan bahwa telah
terjadi proses modernisasi di sektor moneter Indonesia juga mengindikasikan
bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia,
dan semakin meluasnya moneterisasi dalam kegiatan perekonomian subsisten,
akibatnya memberikan kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang
dihimpun dalam Laporan Bank Dunia menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah
uang beredar di Indonesia pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika
dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina).kenaikan
jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an
lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan defisit anggaran
belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek langsung dari
kebijakan Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan
reserve requirement)
2. Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum
terjadi pada Negara berkembang, anggaran belanja pemerintah Indonesia pun
sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran
berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak sekali disebabkan oleh
hal-hal yang menyangkut keterangan struktural ekonomi Indonesia, yang acap kali
menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun. Selama
pemerintahan Orde lama defisit anggaran belanja ini acapkali di biaya dari
dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, mengingat orientasi
kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking policy, sehingga
menyebabkan tekanan inflasi yang hebat, tetapi sejak era Orde Baru, defisit
anggaran belanja ini di tutup dengan pinjaman luar negeri yang nampaknya
relatif aman terhadap tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan
Orde baru, kebutuhan terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah
dicanangkan sejak Pembangunan Jangka Panjang, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan
pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa potensi mobilisasi dana
pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor tabungan masyarakat maupun
pendapatan pajak) di dalam negeri pada saat itu yang sangat terbatas (belum
berkembang), juga kemampuan sector swasta yang terbatas dalam melakukan
pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai motor pembangunan.
Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN menjadi lebih besar daripada
penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran pemerintah dalam investasi tidak
dapat di imbangi dengan penerimaan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara
pengeluaran dan penerimaan Negara, atau dapat dikatakan telah defisit
struktural dalam keuangan Negara.
Pada saat terjadinya oil
booming, era tahun 70-an, pendapatan pemerintah di sector migas meningkat
pesat, sehingga jumlah uang primer pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan
kemampuan pemerintah untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin
meningkat. Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi domestic yang relatif
lebih lamban akibat kapasitas produksi nasional yang masih berada dalam keadaan
under-employment, peningkatan permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan
terjadi relokasi sumberdaya dari masyarakat ke pemerintah, seperti yang
terkonsep dalam analisis Keynes tentang inflasi. Hal inilah yang menyebabkan
timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia
ke komoditi non migas, sejalan dengan merosotnya harga minyak bumi di pasar
ekspor (sejak 1982), menyebabkan kemampuan pemerinntah untuk membiayai
pembangunan nasional semakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat
lagi mempertahankan posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan
kondisi seperti ini, menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama
pembangunan nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari
pemerintah ke non pemerintah (swasta). Tekanan inflasi pada periode ini lebih
di sebabkan oleh meningkatnya tingkat agresifitas sektor swasta dalam melakukan
ekspansi usaha, yang didukung oleh perkembangan sektor perbankan yang semakin
ekspansif pula. Dengan kondisi sumberdaya modal domestic yang masih saja
relatif terbatas, maka pinjaman luar negeri yang sifatnya komersial maupun non
komersial pun semakin meningkat. Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena
kemampuan swasta nasional dalam pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat
terbatas.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
1.
Demand Side Inflation, yaitu disebabkan
oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2.
Supply Side Inflation, yaitu disebabkan
oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3.
Demand Supply Inflation, yaiti inflasi
yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian
diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih
tinggi
4.
Supressed Inflation atau Inflasi yang
ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan menunjukkan
dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam kenyataan.
2.4 Efek Yang Ditimbulkan Dari Inflasi
1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan
sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang di untungkan
dengan adanya Inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan
dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan
tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju inflasi sebesar 10%, akan menderita
kerugian penurunan pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni
Rp.50.000,00
2. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula
mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi
melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat
mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu sehingga
mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efisien.
3. Efek terhadap Output (Output Effect)
Dalam menganalisa kedua
efek diatas (Equity dan Efficiency Effect) digunakan suatu anggapan bahwa
output tetap. Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap
distribusi pendapatan dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi.
Inflasi yang tinggi
tingkatnya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus
menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka
pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi.
Antara lain tujuan ini dicapai dengan pembeli harta-harta tetap setiap tanah,
rumah dan bangunan. Oleh karena pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan
investasi yang bersifat seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan
tingkat kegiatan ekonomi menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran
akan terwujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran masyarakat.
Disamping menimbulkan
efek buruk di atas kegiatan ekonomi Negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek
berikut kepada individu masyarakat :
· Inflasi akan menimbulkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan
tetap.
· Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
· Memperburuk pembagian kekayaan.
2.6 Cara
Mencegah Inflasi
1.
Kebijakan
Moneter
Kebijakan ini adalah
kebijakan yang berasal dari bank sentral dalam mengatur jumlah uang yang
beredar melalui instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral.
Melalui instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat
di kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Terdapat tiga
kebijakan yang dapat di tempuh bank sentral dalam mengatur inflasi :
· Kebijakan Diskonto.
Kebijakan diskonto (discount
policy) adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uanng
dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Kaitannya dengan bank
syari'ah yaitu dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
· Operasi Pasar Terbuka.
Yaitu dengan jalan
membeli dan menjual surat-surat berharga.
· Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy).
Yaitu kebijakan bank
sentral untuk mempengaruhi peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan
presentasi persediaan kas dari bank.
2.
kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal
menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serrta perpajakan yang
secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan
mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total.
Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan
pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3.
Kebijaksanaan yang berkaitan dengan
Output.
Kenaikan Output dapat
memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya
dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung
meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam negeri cenderung menurunkan
harga.
4.
kebijaksanaan Penentuan Harga dan
Indexing.
Ini dilakukan dengan penentuam
ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun
upah (dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik
maka gaji/upah juga dinaikan.
5.
Kebijakan Lain
· Peningkatan Produksi.
Meski jumlah uang
beredar bertambah jika di iringi dengan peningkatan produksi, maka tidak akan
menyebabkan inflasi. Bahkan hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan
ekonomi.
· Kebijakan Upah.
Inflasi dapat diatasi
dengan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income)
masyarakat.
· Pengawasan Harga.
Kecenderungan
dinaikkannya harga oleh pengusaha dapat diatasi dengan adanya pengawasan harga
pasar.
6.
Perbaikan Prilaku Masyarakat
Dalam mengatasi inflasi,
selain kebijakan-kebijakan di atas perlu adanya perbaikan prilaku
masyarakat. Sesungguhnya stabilitas nilai mata uang tidak didasarkan
kepada zat mata uang, sehingga berefek pada tindakan revolusioner yang mengubah
seluruh zat mata uang dari kertas ke logam mulia emas dan perak, melainkan
dengan perbaikan perilaku ekonomi manusia yang berada di sekitar mata uang
tersebut.
Ciri kerusakan mata uang dînâr-dirham dan mata uang kertas
adalah sama, yakni sama-sama diakibatkan oleh perilaku ekonomi yang destruktif.
Mata uang dînâr-dirham pernah rusak karena penimbunan dan
pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah rusak karena pembungaan dan
spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan puluhan dan krisis global
yang terjadi baru-baru ini, bersumber dari pembungaan dan spekulasi tersebut.
Sedangkan menurut M. Hatta[2] setidaknya ada tujuh kebijakan moneter Islam yang dapat mengendalikan
inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: Dinar dan dirham
sebagai mata uang, hukum jual beli mata uang asing, hukum pertukaran mata uang,
hukum bunga, hukum pasar modal, hukum perbankan, hukum pertukaran
internasional, dan otoritas kebijakan moneter.
2.7 Cara
Mengatasi Inflasi
Untuk mengatasi
terjadinya Inflasi, bisa dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
· Peningkatan tingkat suku bunga
· Penjualan surat berharga
· Peningkatan cadangan Kas
· Pengetatan pemberian kredit
Dalam pemulihan makro ekonomi, tim ekonomi pemerintah harus mampu
menciptakan kestabilan makro ekonomi, dengan menekan inflation rate menjadi
single digit, sekitar 8%. Makro ekonomi yang menyangkut tiga komponen yaitu
interest rate, inflation rate dan exchange rate, yang semuanya saling
tergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Di sisi lain, dengan
diturunkannya BI rate, hal tersebut berpengaruh pada turunnya suku bunga
perbankan dan akan mendorong investor menanamkan investasi lebih banyak.
Aktivitas perekonomian terus berputar. Dengan demikian akan mampu menyerap
tenaga kerja dalam jumlah yang besar secara bertahap, sehingga pendapatan
masyarakat akan ikut naik. Dalam rangka menungkatkan iklim investasi secara
nasional guna menanggulangi dan meningkatkan di sektor riil.
2.8 Peran
Bank Sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank
sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada
tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang
independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak
di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah
studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya
disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter
untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih
tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral
juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini
disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan
oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation
targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh
Bank Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun simpulan dari
penjelasan mengenai Inflasi tersebut di atas adalah :
1. inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang
yang terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di
suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia
2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Inflasi yaitu: Jumlah uang beredar,
defisit anggaran belanja pemerintah
3. Efek yang ditimbulkan dari Inflasi yaitu: 1 Efek terhadap pendapatan (Equity
Effect), 2 Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect), 3
Efek terhadap Output (Output Effect), 4 Inflasi dan
Perkembanngan Ekonomi, 5 Inflasi dan Kemakmuran masyarakat.
4. Cara mencegah Inflasi yaitu: Kebijakan moneter, kebijaksanaan fiskal,
kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output, kebijaksanaan Penentuan Harga
dan Indexing, kebijakan lain, perbaikan prilaku masyarakat.
5. Cara mengatasi Inflasi
Untuk mengatasi
terjadinya Inflasi, bisa dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
·
Peningkatan tingkat suku bunga.
·
Penjualan surat berharga.
·
Peningkatan cadangan Kas.
·
Pengetatan pemberian kredit.
6. Peranan Bank Sentral
bank sentral
berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini
disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan
oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs).